Mencermati Ketentuan Verifikasi atau Penelusuran Teknis oleh Surveyor terhadap Barang Impor atau Ekspor

Mencermati Ketentuan Verifikasi atau Penelusuran Teknis oleh Surveyor terhadap Barang Impor atau Ekspor

Mencermati Ketentuan Verifikasi atau Penelusuran Teknis oleh Surveyor terhadap Barang Impor atau Ekspor

Penyusun : Hanik Rustiningsih, Widyaiswara Muda Pusdiklat Bea dan Cukai

Abstrak

Banyak ketentuan pembatasan barang impor atau ekspor yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan yang mensyaratkan adanya verifikasi atau penelusuran teknis oleh surveyor. Surveyor merupakan perusahaan survey yang mendapat otorisasi dari Kementerian Perdagangan (ditunjuk oleh Kementerian Perdagangan) untuk melakukan verifikasi atau penelusuran teknis terhadap barang impor maupun ekspor.

Hasil penelusuran teknis yang dilakukan oleh Surveyor dituangkan dalam Laporan Surveyor (LS) yang biasanya dipersyaratkan sebagai dokumen pelengkap Pemberitahuan Impor Barang (PIB) atau Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB). Kegiatan verifikasi yang dilakukan oleh Surveyor ini tentu membutuhkan biaya. Di dalam ketentuan pembatasannya, biaya penelusuran teknis ini ada yang dikenakan kepada importir/eksportir ada juga yang dibiayai negara. Beberapa pemeriksaan yang dilakukan oleh Surveyor dalam rangka penelusuran teknis juga biasa dilakukan oleh Pejabat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Jadi bisa saja terhadap barang yang sama dilakukan pemeriksaan dua kali.

Kata kunci : verifikasi surveyor, penelusuran teknis, verifikasi barang impor/ekspor

A. Pendahuluan

Akhir-akhir ini banyak barang impor atau ekspor yang dikenakan ketentuan pembatasan oleh Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan. Ketentuan pembatasan itu berupa pembatasan terhadap importir/eksportir, spesifikasi teknis, jenis dan/atau jumlah barang yang diimpor/diekspor. Berdasarkan ketentuan umum di bidang ekspor atau ketentuan tata niaga impor, beberapa pertimbangan yang dijadikan dasar untuk penetapan suatu barang menjadi komoditi yang dibatasi impor atau ekspor adalah sebagai berikut :

Pertimbangan pengaturan impor terkait dengan perlindungan keamanan; keselamatan konsumen; kesehatan yang berkaitan dengan kehidupan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan; lingkungan hidup; HaKI; sosial, budaya dan moral masyarakat; kepentingan pembangunan ekonomi nasional lain; peningkatan taraf hidup petani-produsen; penciptaan kondisi perdagangan dan pasar dalam negeri yang sehat; iklim usaha yang kondusif dan pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pertimbangan pembatasan ekspor : untuk melindungi keamanan nasional atau kepentingan umum; melindungi kesehatan manusia, hewan, tumbuh- tumbuhan atau lingkungan; adanya perjanjian internasional atau kesepakatan yang ditandatangani atau diratifikasi Pemerintah; terbatasnya pasokan pasar di dalam negeri atau untuk konservasi secara efektif; terbatasnya kapasitas pasar di negara atau wilayah tujuan ekspor dan terbatasnya ketersediaan bahan baku yang dibutuhkan oleh industri pengolahan.
Dengan berbagai pertimbangan tersebut di atas, ditentukan mekanisme pembatasan impor/ekspor, yang meliputi :

1. Pengakuan sebagai Importir Terdaftar (IT), Eksportir Terdaftar ET), atau Importir       Produsen (IP);
2. Surat Persetujuan Ekspor (SPE);
3. Verifikasi atau penelusuran teknis yang dilakukan oleh surveyor;
4. Pembatasan pelabuhan tujuan;
5. Pembatasan spesifikasi teknis; dan/atau
    Dokumen lain yang dipersyaratkan dalam peraturan perundang-undangan.

Ketentuan pembatasan impor/ekspor tersebut di atas, di luar kewajiban importir/eksportir berupa kepemilikan izin usaha perdagangan (SIUP), Tanda Daftar Perusahaan (TDP) dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Diantara ketentuan pembatasan tersebut di atas, tulisan ini mencoba mencermati pembatasan terkait dengan verifikasi atau penelusuran teknis yang dilakukan oleh surveyor.

B. Verifikasi atau Penelusuran Teknis Oleh Surveyor

Pembatasan impor atau ekspor yang mensyaratkan adanya verifikasi atau penelusuran teknis oleh surveyor dalam ketentuannya harus dilakukan oleh surveyor yang ditunjuk oleh Kementerian Perdagangan. Untuk dapat ditunjuk sebagai surveyor yang melakukan tugas penelusuran teknis, secara umum harus memenuhi persyaratan : memiliki Surat Izin Usaha Jasa Survey, berpengalaman sebagai surveyor minimal 5 (lima) tahun, dan memiliki cabang atau perwakilan atau afiliasi di luar negeri.

Surveyor punya kewajiban untuk melaporkan secara tertulis atas hasil verifikasi atau penelusuran teknis yang dilakukan kepada Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan. Sanksi berupa pencabutan izin penetapan sebagai surveyor atas barang yang ditetapkan, akan diberlakukan jika surveyor tidak melaksanakan kewajiban pelaporan tersebut dan/atau melakukan pelanggaran dalam pelaksanaan kegiatan verifikasi atau penelusuran teknis.

Berdasarkan berbagai ketentuan pembatasan yang diterbitkan oleh Kementerian Perdagangan, surveyor dibebani tugas melakukan penelusuran teknis untuk impor/ekspor barang berupa : impor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT), impor Nitro Cellulose, impor gula, impor garam, impor beras, impor/ekspor prekursor, impor cakram optik, impor keramik, impor mesin multifungsi, mesin fotokopi berwarna dan printer berwarna, impor limbah non B3, impor produk tertentu, impor besi baja, impor kaca lembaran, impor Bahan Berbahaya (B2), impor ban, impor Bahan Perusak Lapisan Ozon (BPO), impor holtikultura, impor handphone/handheld/tablet, impor semen clinker dan semen, impor baja paduan, ekspor timah, ekspor batubara dan impor barang berbasis mesin pendingan.

Berdasarkan ketentuan pembatasan impor/ekspor, verifikasi oleh surveyor dilakukan di negara muat. Jenis pemeriksaan yang harus dilakukan oleh surveyor dalam rangka verifikasi atau penelusuran teknis secara umum meliputi :

negara dan pelabuhan muat;
waktu pengapalan;
pelabuhan tujuan;
pos tarif (level 10 digit) dan uraian barang.
Identitas (nama dan alamat) importir dan eksportir dengan jelas;
jumlah/volume atau berat barang, jenis barang, spesifikasi teknis;
data atau keterangan mengenai negara asal barang;
asal produk (batubara) atau asal bijih yang menjadi bahan baku;
jumlah cadangan bahan baku yang sedang dalam tahap pengolahan dan pemurnian (misalnya untuk ekspor timah) ;
komposisi kimia (misalnya untuk ekspor prekursor atau timah);
bukti pembayaran iuran produksi/royalti yang dikaitkan dengan jumlah barang yang diekspor (ekspor timah, ekspor batubara).
Penelitian dan pemeriksaan terhadap data atau keterangan mengenai keabsahan administrasi dan wilayah asal batubara dan produk batubara;
Tidak setiap jenis pemeriksaan tersebut di atas dilakukan terhadap barang wajib verifikasi, namun jenis pemeriksaan akan berbeda tiap barang. Atas pelaksanaan penelusuran teknis yang dilakukan, surveyor dapat memungut imbalan jasa dari importir yang besarnya ditentukan dengan memperhatikan azas manfaat. Namun demikian, beban biaya yang ditimbulkan atas pelaksanaan verifikasi batubara yang dilakukan oleh surveyor, dalam ketentuan pembatasannya, dibebankan pada anggaran negara, dengan catatan jika dana belum tersedia, biaya tersebut dibebankan kepada eksportir berdasarkan azas manfaat.

Hasil verifikasi oleh surveyor dituangkan dalam Laporan Surveyor (LS) yang digunakan sebagai dokumen pelengkap pabean dalam penyelesaian kepabeanan di Bea dan Cukai. Dalam melaksanakan tugasnya, Surveyor harus dapat memastikan bahwa barang yang diverifikasi (diekspor/diimpor) sesuai dengan yang tercantum dalam LS.

Jika kita cermati hal-hal terkait penelusuran teknis oleh surveyor, ada 3 (tiga) hal yang seharusnya menjadi bahan pertimbangan dalam penetapan suatu barang perlu penelusuran teknis atau tidak, yaitu:

1. Jenis pemeriksaan dalam rangka verifikasi atau penelusuran teknis

Pada prinsipnya, verifikasi yang dilakukan oleh surveyor meliputi verifikasi administrasi dan verifikasi teknis. Verifikasi administrasi meliputi penelitian kelengkapan dokumen, kebenaran dokumen dan kelengkapan data. Kepala Kerjasama Operasi (KSO) Sucofindo-Surveyor Indonesia, Soleh Rusyadi M menuturkan bahwa program Verifikasi dan Penelusuran Teknis Impor (VPTI) dimaksudkan untuk memastikan kesesuaian antara dokumen perizinan dengan dokumen impor dan fisik barang, sehingga akan menghindari masuknya barang yang tidak sesuai atau tidak memenuhi ketentuan, (bisnis.liputan6.com).

Jika kita perhatikan, banyak jenis pemeriksaan yang dilakukan oleh surveyor dalam rangka penelusuran teknis yang sebenarnya menjadi tugas dan kewenangan pihak kepabeanan, dalam hal ini Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Misalnya, pemeriksaan terkait negara dan pelabuhan muat, waktu pengapalan, pelabuhan tujuan, uraian jenis barang dan pos tarif, jumlah/volume atau berat suatu barang, identitas (nama dan alamat) importir/ eksportir. Penelitian terhadap hal-hal tersebut adalah penelitian yang biasa dilakukan oleh petugas peneliti dokumen di DJBC. Pemeriksaan jumlah dan jenis barang, bahkan pemeriksaan terhadap spesifikasi barang juga biasa dilakukan oleh pemeriksa fisik maupun laboratorium DJBC (walaupun ada beberapa jenis pemeriksaan spesifikasi barang yang belum bisa dilakukan oleh semua laboratorium DJBC). Jadi jenis-jenis pemeriksaan yang dilakukan oleh surveyor dalam rangka penelusuran teknis banyak bersinggungan dengan kewenangan DJBC, kecuali pemeriksaan-pemeriksaan seperti asal barang, cadangan bahan baku yang sedang dalam tahap pengolahan dan pemurnian (ekspor timah), bukti pembayaran iuran produksi/royalti untuk produk pertambangan, dan penelitian atau pemeriksaan terhadap data atau keterangan mengenai keabsahan administrasi dan wilayah asal (batubara dan produk batubara), yang memang nyata-nyata di luar kewenangan DJBC.

Walaupun di dalam setiap ketentuan pembatasan baik impor maupun ekspor dinyatakan bahwa verifikasi yang dilakukan oleh surveyor tidak mengurangi kewenangan DJBC untuk melakukan pemeriksaan pabean. Namun jika kita melihatnya secara makro, tetap saja dimungkinkan untuk barang yang sama (yang dikenakan pembatasan berupa verifikasi oleh surveyor), dikenakan penelitian dan/atau pemeriksaan dua kali, yaitu oleh surveyor dan/atau petugas DJBC.

2. Biaya

Biaya yang ditimbulkan oleh kegiatan penelusuran teknis oleh surveyor ada yang dibebankan kepada negara, ada yang harus dibayar oleh importir/eksportir. Biaya yang timbul akibat dilakukannya verifikasi oleh surveyor tentu tidak sedikit. Sebagai gambaran, pihak Sucofindo (salah satu perusahaan pelaksana verifikasi ekspor mineral sebelum diberlakukan pelarangan ekspor raw mineral) menyatakan bahwa dampak yang dirasakan atas penerapan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara pada Januari 2014 adalah hilangnya potensi pendapatan Sucofindo yang mencapai Rp 200 miliar (bisnis.liputan6.com). Jika kita melihatnya dari sisi biaya yang harus dikeluarkan oleh pengusaha tentu bukan jumlah yang sedikit. Ekspor raw mineral sebelumnya diperbolehkan dengan salah satu pembatasan berupa verifikasi oleh surveyor dan pengenaan Bea Keluar. Kemudian ekspornya telah dilarang sejak Januari 2014.

Jika dibayar oleh negara, seperti kegiatan penelusuran teknis terhadap ekspor batubara dan produk batubara serta timah, tentu harus dipertimbangkan apakah seimbang cost yang dikeluarkan untuk kegiatan verifikasi dengan pendapatan yang diterima Pemerintah dari sektor batubara apalagi jika diperhitungkan dengan berbagai biaya yang harus dikeluarkan akibat kegiatan pertambangan batubara secara material maupun non material (dampak lingkungan). Sementara pertambangan khususnya ekspor batubara sampai dengan saat ini tidak dikenakan Bea Keluar walau kita juga tidak menutup mata terhadap pengenaan royalti untuk industri pertambangan. Tentu ini membutuhkan kajian lebih dalam dari segi cost and benefit tentang beban biaya yang dibebankan kepada APBN.

3. Pemanfaatan data hasil verifikasi

Sebagaimana disinggung di atas, bahwa surveyor yang ditunjuk untuk melakukan penelusuran teknis atas barang yang dibatasi, memiliki kewajiban untuk melaporkan rekapitulasi hasil verifikasi atau penelusuran teknis setiap 3 (tiga) bulan sekali kepada Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan. Tentu data ini bisa dijadikan sumber data yang baik untuk dasar kebijakan perdagangan, jika dikelola dengan baik dan didayagunakan. Mengingat dana yang dikeluarkan terkait kegiatan verifikasi oleh surveyor seharusnya tidak sedikit, baik yang dikeluarkan oleh importir atau eksportir bahkan mungkin juga dari APBN, maka menjadi suatu keharusan bagi Kementerian Perdagangan sebenarnya untuk mengolanya dan menjadikannya sebagai bahan kajian kebijakan yang lebih baik. Walau sebagai sesama instansi Pemerintah, sebenarnya data terkait impor/ekspor dapat diperoleh dari DJBC, apalagi saat ini sistem di DJBC sudah sentralisasi. Hanya diperlukan kerjasama dan koordinasi yang baik sesama instansi Pemerintah.

C. Simpulan

Sebagai instansi pemerintah, perlu mendukung kelancaran impor (khususnya impor bahan baku) dan ekspor produk dalam negeri melalui berbagai kebijakan yang diterbitkan. Kebijakan terkait penelusuran teknis oleh surveyor terhadap barang impor maupun ekspor yang ditentukan, perlu mempertimbangkan berbagai kegiatan pemeriksaan yang selama ini telah dilakukan oleh DJBC, sehingga tidak terdapat penelitian/pemeriksaan barang yang ganda terhadap satu jenis barang yang dibatasi. Disamping itu biaya yang ditimbulkan dari kegiatan penelusuran teknis pasti terkait dengan biaya yang secara keseluruhan dapat menyebabkan ekonomi biaya tinggi, sehingga mengurangi daya saing. Jika, penelusuran teknis oleh surveyor harus dilakukan, seyogyanya data yang dihasilkan dari kegiatan itu dapat menjadi sumber data yang bermanfaat bagi penetapan kebijakan impor/ekspor oleh Kementerian Perdagangan. Menurut penulis, kajian yang lebih dalam perlu dilakukan terkait dengan kebijakan penelusuran teknis oleh surveyor dari sisi jenis pemeriksaan yang dilakukan, biaya dan manfaat yang diperoleh bagi pemerintah. Pada akhirnya, koordinasi dan sinergi sangat diperlukan diantara instansi pemerintah untuk menciptakan kebijakan impor/ekspor yang dapat menekan ekonomi biaya tinggi.

Referensi :

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor. 13/M-DAG/PER/3/2012 tentang Ketentuan Umum di Bidang Ekspor

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 39/M-DAG/PER/7/2014 tentang Ketentuan Ekspor Batubara dan Produk Batubara, sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor . 49/M-DAG/PER/8/2014.

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 55/M-DAG/PER/9/2014 tentang Ketentuan Impor Barang Berbasis Sistem Pendingin.

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 44/M-DAG/PER/7/2014 tentang Ketentuan Ekspor Timah.

http://bisnis.liputan6.com/read/2105563/sucofindo-kehilangan-rp-200-miliar-karena-aturan-ini. Diakses tanggal 18 Februari 2015 pukul 04.32 wib

-Sumber Info

Main Menu

->